Johan Micoud
Seangkatan dengan Zinedine Zidane di sepak bola Prancis, namanya tidak setenar legenda Real Madrid itu, dia adalah Johan Micoud.

Seangkatan Zidane, Johan Micoud Jarang Dikenal Publik Dunia

Posted on

Seorang suporter Werder Bremen, namanya Sebastian, kesal sambil berkata, “Bener kamu tidak kenal Johan Micoud? Dia salah satu playmaker terhebat asal Prancis sepanjang masa. Masa sih, ga kenal Johan Micoud? Dasar Cupu!”

Tapi kekesalan Sebastian memang seringkali dirasakan olehnya. Karena orang-orang khususnya penggemar sepak bola memang jarang yang mengenal gelandang serang yang satu ini. Johan Micoud lahir pada tanggal 24 Juli 1973, dan menempuh ilmu sepak bola pertama kali di akademik klub kota kelahirannya, AS Cannes.

Dia masuk ke tim senior Cannes untuk menggantikan Zinedine Zidane yang pergi ke klub lebih besar di Prancis, Bordeaux. Pada tahun 1966, Zidane pergi ke Juventus dan sekali lagi, Micoud jadi pengganti di Bordeaux. Setelah empat tahun membela Bordeaux, dia memenangkan Ligue 1 dan Coupe de la Ligue. Pada tahun 2000, Micoud lagi-lagi mengikuti jejak langkah Zidane ke Italia, dia gabung ke Parma dan memenangkan Coppa Italia pada tahun 2002 di sana Namun di musim panas, Parma terlibat masalah keuangan yang memaksa klub untuk menjualnya.

Parma menjadi klub terakhir di mana Micoud mengikuti jejak Zidane. Setelahnya, dia benar-benar memilih jalan berbeda dari legenda Real Madrid itu. Werder Bremen, klub Bundesliga Jerman yang saat itu memiliki manajer umum, Klaus Allofs. Merupakan sosok yang dikenal baik di Prancis usai kiprahnya di Bordeaux dan Marseille selama masih bermain. Istri Micoud saat itu khawatir dan tidak suka musim dingin di Jerman karena saljunya lebih banyak dari negara-negara manapun. Tapi Allofs akhirnya berhasil meyakinkan gelandang Prancis itu untuk pindah ke Jerman utara. Tidak lama setelah bertemu pelatih Thomas Schaaf, kesepakatan itu selesai – dan kepindahan ini ternyata menjadi sangat penting dalam sejarah klub Werder Bremen.

Kebangkitan Bremen Bersama Johan Micoud

Johan Micoud
Seangkatan dengan Zinedine Zidane di sepak bola Prancis, namanya tidak setenar legenda Real Madrid itu, dia adalah Johan Micoud.

Werder Bremen memang sedang mengalami masa-masa yang tidak mengenakkan ketika Micoud datang. Dikutip dari TheseFootballTimes, seorang penggemar Bremen yang lain, bernama Arne menjelaskan situasi klub pada awal 2000an.

“Ketika (Thomas) Schaaf datang pada Mei 1999, Werder hampir terdegradasi namun dia berhasil membalikkan keadaan. Kami finish di urutan ke-13 pada akhir musim dan bahkan mengangkat trofi DFB-Pokal 1999 mengalahkan Bayern Munchen. Keajaiban kecil untuk para fans Werder yang hampir frustrasi melihat mereka,” cerita Arne.

“Musim-musim berikutnya, Werder bahkan mampu bermain di Intertoto dan Piala UEFA. Setiap tahun kami juga terus meningkat di domestik. Kami punya tim yang solid, manajemen yang bagus, pelatih hebat tapi itu semua tidak cukup untuk bertahan di puncak klasemen liga,” jelasnya.

Kedatangan Micoud pun mengubah situasi tersebut. Empat musim di Bundesliga, dia akan membuat Werder menjadi pesaing serius untuk titel Bundesliga Jerman. Berbicara soal kualitasnya, sebenarnya tidak perlu diragukan, Micoud memang hanya butuh panggung. Dan dia mendapatkannya saat gabung Werder Bremen pada musim panas 2002.

Filosofi berbau musik pernah dia lontarkan untuk menjelaskan dirinya sebagai pemain sepak bola. “Serahkan gitar kepada gitaris dan dia akan membuat karya indah untuk Anda. Sama halnya seperti pesepakbola, ada hal-hal mendasar yang perlu Anda ketahui. Biarkan semuanya berjalan bebas, karena kebebasan berpikirlah yang membuat pesepakbola menemukan penampilan terbaiknya,” ucap Micoud saat masih aktif bermain.

Diibaratkan sebagai seorang gitaris, Micoud memiliki musim 2003/2004 sebagai hits atau karya terindahnya. Golnya ke gawang Wolfsburg di babak kedua DFB-Pokal menjadi single lagu nomor satu miliknya. Di perpanjangan waktu, Angelos Charisteas melepaskan umpan panjang ke Micoud. Umpan Charisteas melewati bek lawan, Micoud menerima bola dengan bahunya dan sebelum jatuh, dia berputar lalu melepaskan tendangan voli yang pantas dikenang selamanya. Gol yang spektakuler.

Micoud akhirnya memenangkan DFB-Pokal tahun itu, mencetak gol di setiap putaran selain pertandingan final. Tidak masalah, karena Werder masih menang 3-2 atas Alemannia Aachen. Untuk membawa pulang piala domestic ini.

Juara Bundesliga Werder Bremen karena Micoud

Pada musim 2002/03 sebelumnya, Werder finis 23 poin di belakang Bayern, tetapi pada 2003/04 mereka berhasil memimpin sejak Desember hingga akhir musim. Dengan Micoud sebagai creator permainan andalan, Aílton mencetak 28 gol yang luar biasa, sementara rekan penyerangnya Ivan Klasnic juga mencetak gol sebanyak dua digit.

Werder memenangkan gelar di markas Bayern, mereka memimpin 3-0 hanya dalam kurun waktu 35 menit di Olympiastadion. Hari itu, Micoud mencetak gol keduanya memanfaatkan umpan terobosan Fabian Ernst untuk menaklukkan Oliver Kahn yang maju menerjang. Gol babak kedua dari Roy Makaay tidak berarti banya. Werder pun berhasil menang dan mengangkat gelar Bundesliga pertama mereka dalam 11 tahun.

Sekembalinya mereka ke Bandara Bremen, Schaaf muncul dari kokpit pesawat sambil mengibarkan bendera Werder raksasa. Bersamaan dengan selebrasi itu, gelar tersebut juga menandakan Liga Champions akan digelar di markas Bremen, Weserstadion. Sosok Zidane memang sudah membuat Micoud menerima kenyataan tidak masuk skuat Prancis untuk Euro 2004. Namun pada musim 2003/2004, gelandang berpostur 185 cm ini membuktikan kualitasnya. Musim 2004/05, dia akan mentas di kompetisi paling elite sepak bola, panggung yang sesuai dengan bakat besarnya.

Dia langsung memperlihatkan penampilan menjanjikan dengan hat-trick assist dalam kemenangan 5-1 di fase grup atas Anderlecht. Namun musim ini, menjadi yang paling buruk untuk Werder, karena harus kalah dengan agregat 10-2 dari Lyon di babak 16 besar Liga Champions.

Bukan berarti kekalahan berat seperti itu membuat jasa Micoud sirna begitu saja. Dia adalah pahlawan masa kecil Toni Kroos, yang jersey pertamanya bernomor punggung 10, dikarenakan mengidolai sosok Micoud.

“Johan Micoud adalah pemain favorit saya. Dia bermain di Bremen saat itu, saya pikir dia luar biasa. Dia menjadi panutan bagi saya sampai sekarang,” kata Toni Kroos dikutip dari laman resmi FIFA usai menerima penghargaan sebagai Team of the Year FIFA 2014 lalu.

Micoud sendiri memang menjadi idola dan inspirasi untuk lahirnya sederet gelandang serang berbakat di Werder Bremen. Namun, berbicara soal pewaris, tak satu pun dari penerusnya, Diego atau Mesut Ozil, dapat memegang status sebagai kapten atau pemimpin dalam tim. Pengamat sepak bola dan supporter Werder Bremen, Paul Heide pernah berbicara soal ini.

“Untuk generasi saat itu atau yang lebih muda, hanya ada dua pilihan untuk bisa disebut playmaker terbaik Werder Bremen sepanjang masa, Micoud atau Diego. Namun saya, dan mayoritas fans Werder, pemenangnya adalah Micoud. Dia seorang legenda, tidak perlu diragukan lagi, sampai sekarang dan masa mendatang, namanya akan terus dikenang oleh masyarakat Bremen,” ucap Heide.

Seberapa Penting sih, Micoud untuk Fans Bremen?

Johan Micoud
Seangkatan dengan Zinedine Zidane di sepak bola Prancis, namanya tidak setenar legenda Real Madrid itu, dia adalah Johan Micoud.

Pentingnya Micoud bagi orang-orang di Bremen sangat pas jika diilustrasikan oleh sebuah insiden selama liburan musim dingin 2004/05 silam. Werder berada di kamp kebugaran dengan cuaca hangat di Turki. Pemain berkebangsaan Prancis itu menanduk rekan setimnya Ernst, perselisihan dalam pusat pelatihan itu terjadi. Dua tahun sebelumnya dia bahkan menampar seorang jurnalis Bild, tetapi tidak ada yang membawa kasus ini sebagai tindakan disipliner. Banyak yang bilang karena Micoud adalah ikon klub dan tidak ada yang berani menyentuhnya.

Seperti yang kemudian dijelaskan Allofs ke podcast Phrasenmäher beberapa waktu lalu.“Sangat penting untuk memiliki aturan dalam sepak bola, namun, terkadang Anda harus melanggar aturan itu. Tindakan seperti itu dilakukan oleh seorang pemain tanpa nilai atau kegunaan untuk tim tidak akan dapat diterima. Tetapi tim tahu bahwa Micoud sangat penting. Mereka juga tahu kepribadiannya dan dia akan selalu melakukan yang terbaik untuk tim.”

Harus ditekankan bahwa Micoud bukanlah orang yang kejam seperti kasus-kasus yang dipaparkan di atas. Sebaliknya, dia hanya ingin menang dan memberi yang terbaik untuk Werder Bremen. Werder gagal mempertahankan gelar mereka melawan Bayern yang merajalela pada 2004/05 tetapi masih mampu finis di urutan ketiga. Dia berusia 31 tahun di musim tersebut, dan tidak ada tanda-tanda penurunan dengan mengakhiri musim lewat statistik individu mengantongi 11 gol dan 16 assist.

Terlepas dari kurangnya penghargaan individu yang prestisius, secara statistik, musim berikutnya menjadi yang terbaik dalam karir Micoud membela Werder Bremen. Dia mencetak 14 gol, dan mencatat assist 22 kali yang sebagian besarnya membantu striker seperti Miroslav Klose menjadi mesin gol. Sekali lagi, Werder menjadi runner-up Bundesliga dan mencapai babak 16 besar Liga Champions.

Seperti biasa, tidak mungkin untuk mengabaikan pengaruh Micoud. Dalam pertandingan hidup-mati melawan Udinese pada Novermber 2005, laga terakhir fase grup Liga Champions 2005/06, Werder diimbangi 3-3. Hampir tersingkir, sampai tiba saatnya Micoud memastikan mereka untuk tiga poin lewat tendangan bebas dengan 20 menit tersisa. Werder pun lolos dari babak grup Liga Champions musim tersebut.

Memasuki babak 16 besar dia akan mencetak gol kemenangan lagi, kali ini di injury time di leg pertama melawan Juventus. Menuju ke Turin dengan keunggulan 3-2, sayangnya Emerson memanfaatkan kesalahan kiper Tim Wiese untuk membuat klub Jerman itu terhenti di babak 16 besar.

Di ajang Bundesliga, Werder juga menyelesaikan lima poin di belakang Bayern di Bundesliga, dan musim panas itu Micoud kembali ke Bordeaux. Di Bremen mereka kecewa, dengan penggemar Werder Christian Parlee mengatakan: “Rasanya seperti hubungan serius yang berakhir terlalu cepat.”

Micoud akan menghabiskan dua musim di klub lamanya itu, pensiun pada 2008, sebelum kembali ke klub pertamanya, Cannes sebagai direktur. Untuk kedua klub ini dia adalah ikon; namun, warisannya yang paling kuat terasa untuk klub Jerman bersama Werder Bremen.

Sampai hari ini The Beatles ‘Hey Jude dimainkan di Weserstadion, dengan penggemar Werder mengganti lirik ‘hey jude’ itu dengan nama keluarga dari seorang legenda terbaik yang pernah ada dalam sejarah klub mereka. Mengganti lirik dengan ‘Miiii-couuuuud’, lagu tersebut sangat membuat merinding dinyanyikan satu stadion.

Di seluruh dunia, penggemar Werder kini memasang stiker yang menyatakan kecintaan mereka pada pria Prancis itu. Situasi saat dia bermain, Micoud juga boleh saja tidak mendapatkan panggung sebesar Zidane atau gelandang kelas dunia lainnya. Tapi eluk-elukkan dan sembah hormat dari masyarakat Bremen kepada Micoud, adalah sesuatu yang lebih dari pujian apapun. Andai saja, kita melihat video-video aksi Micoud bersama Werder Bremen, tentunya paham seberapa pentingnya sang pemain untuk fans klub Bundesliga Jerman itu.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *