by

Vujadin Boskov, Sosok Pelatih di Balik Scudetto Sampdoria Musim 1990/1991

Sudah 30 tahun berlalu sejak Sampdoria mengangkat satu-satunya trofi Scudetto Serie A Italia, pada musim 1990/1991. Tidak ada salahnya kita mengenang momen bersejarah dalam sepak bola Italia itu, khususnya pelatih Sampdoria di musim tersebut, Vujadin Boskov. Sosok pelatih yang punya peran  krusial dalam membawa Il Samp menjadi raja sepak bola Italia tahun 1991 silam.

Vujadin Boskov adalah putra dari seorang Tukang kayu dan keterampilan ayahnya itu mungkin beberapa diterapkan olehnya dalam karir kepelatihan. Membentuk timnya dengan baik agar punya citra bagus di mata konsumen alias masyarakat dan agar sesuai dengan lingkungan mereka, ia membuat lompatan karir dari seorang pemain menjadi pelatih, dengan sangat mudah.

Semasa jadi pemain, dirinya merupakan sebuah komponen penting dalam skuad Timnas Yugoslavia di Piala Dunia 1954 dan 1958 dan peraih medali perak di Olimpiade 1952. Level klub, Boškov adalah andalan tim FK Vojvodina selama lebih dari satu dekade, menolak minat raksasa Yugoslavia saat itu, Beograd, Zagreb dan Split untuk tetap setia ke klub yang telah membesarkan namanya.

Bermain di posisi sayap, gelandang dan sesekali jadi bek, Boškov dengan senang hati mengisi peran apa pun yang dibutuhkan Vojvodina. Namun dia merasakan kekalahan di Final Piala Yugoslavia tahun 1951, kekalahan di final Piala Mitropa 1957, dan nyaris gagal di Liga Pertama Yugoslavia pada tahun 1958/59, pada usia 30 tahun, kesetiaannya terbayar ketika klub membuka jalan untuk transfer ke Sampdoria.

Perjalanan Karir sebagai Seorang Pelatih Dimulai

Itu akan menjadi kunjungan singkat namun mencerahkan di Stadio Luigi Ferraris bagi karir profesional Boškov, karena ia siap menerima peran manajerial pertamanya setahun kemudian di Regionalliga A Swiss bersama Young Fellows Zürich. Sebuah perjalanan karir yang bergejolak, musim pertamanya sebagai pelatih Young Fellows Zurich, berakhir dengan degradasi. Dan setelah gagal memimpin mereka untuk kembali ke papan atas, dia dengan senang hati kembali ke klub masa kecilnya, Vojvodina untuk mengambil posisi direktur teknis. Di sana dirinya mengawasi kesuksesan gelar liga, yang tiada pernah dia dapatkan semasa jadi pemain.

Terkenal karena kecerdasannya, ingin beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya yang bervariasi, perjalanan Boškov telah membuatnya mempelajari beberapa bahasa baru yang membuat dirinya ditunjuk menjadi asisten pelatih Timnas Yugoslavia. Hingga akhirnya dia benar-benar jadi pelatih kepala tim nasional Yugoslavia pada tahun 1971, di mana ia melepaskan tugasnya sebagai Dirtek di klub Vojvodina.

Puncak karir melatih Timnas Yugoslavia adalah saat Piala Dunia 1974. Dia berhasil membawa negaranya merajai babak 16 besar. Namun harus menerima kenyataan pahit pulang dari kompetisi dengan poin nihil, alias tanpa kemenangan dalam tiga pertandingan di fase perempatfinal sampai semifinal.

Langkah selanjutnya membawa Boskov ke Eredivisie dan melatih ADO Den Haag. Di sana dirinya mencampuradukkan inkonsistensi liga dengan kemenangan yang mengejutkan di final Piala KNVB 1975, mengalahkan Twente yang punya skuat penuh wonderkid saat itu. Namun, pencapainan Ini diikuti dengan kekalahan di babak perempatfinal Piala Winners pada tahun 1975/76.

Kiprahnya di ADO Den Haag, menarik perhatian klub Belanda yang lebih besar, yakni Feyenoord. Namun hanya dua tahun saja, pada musim 1978/1979, dirinya menerima pelukan Real Zaragoza. Di mana dirinya pertama kali bertemu dengan gelandang Víctor Muñoz, pemain yang akan ia bawa ke Sampdoria satu dekade kemudian. Di La Romareda itulah, Boškov dikenal sebagai salah satu penanam filosofi kepelatihan Radomir Antić di masa depan.

Musim yang liar bersama Zaragoza, karena segala sesuatunya tampak mungkin dicapai kala bermain di kandang sendiri. Namun laga tandang menjadi masalah yang berat bagi tim asuhan Boškov karena mereka menjalani seluruh musim tanpa kemenangan tandang di Liga Spanyol. Catatan nihil kemenangan di laga tandang, mungkin terobati dengan dengan kemenangan di kandang sendiri melawan klub-klub besar seperti Real Madrid, Atlético, Athletic, Real Sociedad, Valencia dan Sevilla. Boskov dan Zaragoza bahkan mencatatkan salah satu kemenangan terbesar dalam sejarah Liga Spanyol, saat menang 8-1 atas Espanyol di kandang sendiri.

Performa buruk di laga tandang berdampak besar, Zaragoza asuhan Boskov beruntung selamat dari jeratan degradasi, hanya beda dua poin dari zona merah. Terlepas dari campur aduk penampilan Zaragoza semasa dilatih olehnya, itu ternyata tidak mengurangi rasa kagum klub yang lebih besar, Real Madrid. Los Blancos menawarkan kesempatan kepada Boškov untuk menggantikan Luis Molowny di Santiago Bernabéu untuk musim 1979/80.

Memiliki Laurie Cunningham, pemain asal Inggris yang sangat berbakat, Boškov mampu bersekutu dengan legenda lokal seperti Santillana dan Juanito yang terus tajam di lini depan. Dengan umpan-umpan terukur dari gelandang asal Jerman, Uli Stielike dari lini tengah, Los Blancos seperti tidak berkeringat saat merengkuh gelar LaLiga musim 1979/1980 silam. Meski jika melihat tabel klasemen akhir, persaingan tampak sengit, mereka hanya unggul satu poin dari Real Sociedad yang bertengger di urutan kedua.

Sebuah musim dengan margin yang bagus, sementara gelar dimenangkan dengan tipis, Real gagal mendapatkan tempat di final Piala Eropa 1980, menyerah di leg kedua semifinal melawan Hamburg asuhan Kevin Keegan. Kekecewaan makin dalam, mengingat, final Piala Eropa saat itu diadakan di Bernabéu.

Setidaknya untuk meredam sebagian pukulan, Boškov dan Real menutup musim 1979/1980 dengan gelar ganda domestik saat mengalahkan tim cadangan mereka, Castilla, di final Copa del Rey.

Setelah berakhir dengan Real Madrid pada 1982 karena serangkaian performa menurun, Boskov masih berada di Spanyol untuk dua tahun kemudian. Dia menerima pinangan Sporting Gijon, diharap-harap menjadi sosok yang mampu mengatur klub, dengan para pemain senior yang keras kepala saat itu. Musim perdananya bersama Gijon, Boskov terbilang sukses, finish di urutan kedelapan, lolos ke semifinal Copa del Rey. Musim selanjutnya, dia mencoba menambah kekuatan serangan Gijon dengan memboyong mantan anak asuhnya di Madrid, Cunningham. Hingga Maret 1984, semuanya tampak menjanjikan, berada di empat besar dan mengamankan tempat di perempatfinal Copa del Rey. Sampai tiba saatnya, semua momentum hilang, klub seolah kehilangan arah dan terus terpuruk hingga akhir musim.

Mungkin rasa lelah dan cukup membuktikan diri, Boskov akhirnya memutuskan mundur dari Gijon pada musim panas 1984. Benar saja, sang pelatih saat itu tidak langsung melatih klub di musim baru, 1984/1985. Hingga pada November, cuti panjangnya harus diakhiri dengan tawaran menarik dan mengejutkan dari Ascoli. Klub kecil Serie A dari kota bersejarah nan indah, yang memang menjadi awal langkahnya menaklukkan sepak bola Italia.

Mengawali Karir Kepelatihan di Italia Bersama Ascoli

Vujadin Boskov
Pelatih legendaris itu bernama Vujadin Boskov, yang merupakan sosok kunci di balik Scudetto spesial Sampdoria.

Ascoli saat itu memang punya awal musim 1984/85 yang sangat buruk, Boskov pun datang, lagi-lagi diharapkan jadi penyelamat. Meski ditunjuk pada November, Boskov baru bisa mempersembahkan kemenangan pertamanya untuk Ascoli pada Februari. Menang pertama kali lawan Sampdoria, klub yang kelak akan dibawanya merajai Serie A Italia. Memang, hidup itu sebuah misteri.

Kemenangan pertama kontra Sampdoria, membawa skuat Ascoli asuhan Boskov melaju sebanyak tujuh laga tanpa kekalahan, tiga kemenangan dan empat kali imbang. Ini jelas merupakan peningkatan performa yang diharapkan oleh para fans dan juga manajemen klub.

Tapi kejutan selalu terjadi di Serie A Italia, seperti tikungan tajam dengan lawan-lkawan seperti Roma, Juventus, Milan dan Inter menunggu. Keempat tim itu harus dihadapi oleh Ascoli dalam enam giornata terakhir mereka di musim itu. Benar saja, Ascoli tetap tidak selamat dari jeratan degradasi dan harus turun ke Serie B Italia di musim tersebut.

Sebagai pelatih dengan kaliber tinggi, Boskov tentu punya beberapa pilihan saat itu, apalagi dirinya tetap dipandang tinggi oleh sebagian klub besar. Berdasarkan perjuangan dan kegigihannya dalam memperjuangkan Ascoli. Tapi sebagai pria yang bertanggung jawab, dia tetap bersama Ascoli, menolak semua pendekatan klub-klub lain dan fokus mengarungi Serie B musim 1985/1986. Benar saja, Ascoli tidak hanya berhasil promosi ke kasta tertinggi, tapi juga juara Serie B Italia. Anehnya, pada musim panas 1986, setelah berhasil mengembalikan Ascoli ke Serie A, dia meninggalkan klub. Dia merasa sudah tidak punya tugas dan tanggung jawab, saat pergi dan menerima pinangan Sampdoria.

Petulangan Luar Biasa Bersama Sampdoria

Vujadin Boskov
Pelatih legendaris itu bernama Vujadin Boskov, yang merupakan sosok kunci di balik Scudetto spesial Sampdoria.

Dengan Presiden Sampdoria, Paolo Mantovani punya misi untuk merevolusi kekuatan Serie A Italia, Boskov pun tampak sumringah saat pertama kali diresmikan sebagai pelatih. Benar saja, kiprah keduanya di Il Samp bertahan hingga enam tahun lamanya. Ketika dirinya datang, Boskov punya skuat yang memang banjir akan bakat-bakat besar dan sukses diubah menjadi tim jawara Serie A Italia musim 1990/1991.

Sebut saja juara Piala Dunia, Pietro Vierchowod, kapten klub Luca Pellegrini dan juga Moreno Mannini di pos bek kanan. Ketiga nama ini mengemban peran besar dalam kesuksesan Sampdoria dan Boskov menjuarai Serie A Italia 1990/91. Belum lagi penjaga gawang asi Italia, Gianluca Pagliuca yang kita kenal sebagai legenda Timnas Italia dan Inter Milan.

Dengan sederet Bintang di Sampdoria saat itu, kepemimpinan Boskov benar-benar mendapatkan ujian. Namun dengan pengalaman melatih sederet klub Spanyol dan juga pelajaran berharga di Ascoli, para pemain pun percaya penuh kepada pelatih. Hasilnya, selama enam tahun di Sampdoria, Boskov mempersembahkan trofi Piala Eropa Winners 1989/90, Scudetto 1990/91, dua Coppa Italia (1988, 1989) dan Piala Supercoppa Italiana 1991.

Tahun 1991 bisa dibilang puncak kesuksesannya bersama Sampdoria, tentunya juga sebagai pelatih. Setahun kemudian dia menarik diri dan pindah ke klub lain, yakni AS Roma, Napoli, Servette hingga tahun 1997. Sebelum kembali lagi ke Sampdoria untuk musim 1997/1998. Namun periode keduanya kembali ke Sampdoria, hanya berlangsung semusim saja. Dengan hasil tidak begitu cemerlang, finish urutan kesembilan di Serie A Italia dan Coppa Italia sampai di 16 besar saja. Meski begitu, periode pertamanya, terlebih lagi Scudetto yang tidak akan terlupakan, akan selalu dikenang oleh para fans Sampdoria.

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *