Ada beberapa pemain yang memang kurang terkenal di mata pesepakbola legendaris. Namun ketika kalian mengetahui bahwa pesepakbola legendaris Barcleona dan Belanda, Johan Cruyff mengidolai seorang Glenn Hoddle, pasti penasaran siapa sih sebenarnya dia.
Hoddle merupakan satu berlian yang luar biasa dari Kota London pada era sepak bola tahun 1970-an dan 80-an. Bahkan sinarnya bisa dibilang menjadikannya pemain Inggris satu-satunya yang mendapatkan pengakuan dari legendaris dunia internasional seperti Johan Cruyff.
Dia bergabung dengan Spurs sejak usia masih 12 tahun dan menandatangani kontrak professional pertamanya pada tahun 1974, baru berusia 16 tahun saat itu. Sempat mengalami cedera karena turnamen junior, dia akhirnya bisa bangkit dan mendapatkan debutnya setahun kemudian.
Dia memainkan debutnya untuk Tottenham pada Agustus 1975 dalam pertandingan yang berakhir 2-2 kontra Norwich. Hoddle saat itu berusia 17 tahun masuk menggantikan Cyril Knowles, di saat fans sudah frustrasi melihat permainan tim kesayangan mereka. Namun seorang bocah berusia 17 tahun itu masuk, dan langsung menarik perhatian karena kemampuannya yang lincah.
Meski harus menunggu hampir enam bulan lamanya hingga Februari 1976 untuk mendapatkan debutnya sebagai starter, penantian itu terbayar lunas. Dia mencetak gol kemenangan dalam pertandingan melawan Stoke, mencetak gol ke gawang kiper Timnas Inggris masa depan, Peter Shilton.
Bahkan di usia yang sangat muda, semua orang menyadari bakat luar biasa Hoddle dan tahu banyak tentang kemampuannya untuk menjadi pemenang pertandingan, baik itu untuk Inggris atau untuk Tottenham Hotspur. Hoddle bak udara segar yang berbeda di era yang suka memainkan bola panjang dan pemain sejenis Hoddle mulai menarik perhatian klub-klub luar Inggris.
Inggris dan Divisi Utama cukup beruntung dapat menikmati permainan Hoddle selama 12 tahun pertama karirnya, memainkan 490 penampilan di berbagai kompetisi untuk Spurs, tidak hanya mencetak 105 gol dari lini tengah namun juga memenangkan trofi. Hoddle mengoleksi tiga Piala FA dua tahun berturut-turut, pada musim 1980/1981 dan 1981/1982; Piala UEFA, menang melawan Anderlecht yang menjadi momen bersejarah untuk Tottenham.
Mungkin yang paling terkenal dari semua prestasinya adalah mencapai Top 20 dengan ‘Diamond Lights’, sebuah lagu klasik yang memuncak saat rekan setim Hoddle di Spurs, Chris Waddle naik ke Top of the Pops untuk memberikan penampilan yang digambarkan sebagai “klasik dan abadi”. Anda merasa bahwa Waddle benar-benar malu berada di sana sementara Hoddle benar-benar merasa dia sedang memulai sesuatu yang besar. ” Baik ‘Diamond Lights’ atau single lanjutan mereka ‘It’s Goodbye’ bukanlah lagu yang buruk – setidaknya menurut standar pop tahun 80-an – tapi mungkin lagu-lagu itu akan diterima dengan lebih baik seandainya tidak dibawakan oleh pemain Spurs.
Dan jika Anda bertanya-tanya mengapa tidak pernah ada single lanjutan, ada jawaban bagus untuk itu.
Hoddle Memutuskan Tinggalkan Tottenham
Waddle tetap di Spurs namun Hoddle pergi, bergabung dengan klub besar Prancis, Monaco, transfer ini bisa dibilang cukup terkenal. Pada tahun 1987, bergabung dengan klub luar negeri pertama kali dalam kariernya, dengan mahar sebesar 750 ribu poundsterling, tentu membuat orang-orang mempertanyakan keberanian Monaco. Tapi, jika melihat masa-masa kesuksesannya Bersama Spurs, pemain seperti Hoddle memang pantas melanglang buana setelah merasa kurang dianggap oleh negaranya sendiri.
Namun alasan di balik kepindahan ini mungkin buntut dari dilarangnya klub-klub Liga Inggris mengikuti kompetisi Eropa. Pemain sepertinya pun wajar jika memutuskan merantau demi bermain di level Eropa. Ternyata bagi Hoddle, ada yang lebih dari itu. Kepindahannya ke Monaco adalah kesempatan baginya untuk menunjukkan keahliannya di depan para penggemar yang lebih menghargai bakatnya daripada penggemar Inggris pada umumnya. Tentu saja, penggemar Spurs menyukai Hoddle atas apa yang sudah dia lakukan, tetapi dia selalu merasa lebih bisa dihargai secara kontinental dalam bakatnya daripada hanya di Inggris, dan ini adalah kesempatannya untuk menunjukkan betapa baiknya dia sebenarnya.
Pindah ke selatan Prancis bersama Mark Hateley dan George Weah, ketiganya belajar dan tumbuh di bawah pengawasan manajer Arsenal masa depan Arsène Wenger, tetapi Hoddle kemudian mengakui bahwa dia hampir bergabung dengan Gérard Houllier di Paris Saint-Germain, mengakui bahwa Wenger-lah yang membuatnya yakin gabung Monaco.
Dampak Hoddle dapat langsung dirasakan, dengan Wenger memperkenalkan Hoddle sebagai pemain nomor 10, tepat di belakang dua striker, dengan gelandang bertahan dan manajer masa depan Claude Puel melakukan sebagian besar pekerjaan defensif untuk Hoddle; membiarkannya bebas memainkan gayanya – sesuatu yang jarang terjadi selama waktunya bersama Tottenham.
Kebebasan yang diizinkan Wenger dan tim Monaco ini, membuat Hoddle yang orang Inggris asli menikmati karier sepakbolanya ketimbang di negaranya sendiri. Dia benar-benar didukung oleh Wenger, rekan-rekan satu timnya, dan para penggemar, dengan gaya khas bermainnya melancarkan umpan luar biasa, memengaruhi permainan dengan sentuhan pertamanya yang luar biasa. Semua kualitas yang dibawa Hoddle menjadi faktor utama saat Monaco memenangkan gelar Ligue 1 pada tahun 1988 – kemenangan pertama mereka selama enam musim terakhir.
Kegembiraan, bakat, dan kemampuan alaminya membuatnya dinobatkan sebagai pemain luar negeri terbaik musim itu di Ligue 1, di liga yang berisi bakat seperti Weah, Klaus Allofs, dan Roger Milla. Hoddle tetap satu level di atas mereka semua. Luar biasa.
“Dibutuhkan keberanian besar untuk memainkan cara bermain seperti yang dilakukan Hoddle. Seorang pemain juga butuh kecerdasan yang luar biasa untuk melihat seberapa hebat dirinya, mungkin hal itu tidak disadari para penggemar sepak bola Inggris sampai Hoddle memutuskan pergi,” ucap Brian Clough, salah satu mantan pesepakbola tenar Inggris.
Torehan 20 gol dalam 47 penampilan di musim 1988/1989 adalah yang terbaik kedua dalam hal mencetak gol dan membuktikan bahwa dia bisa berfungsi dengan baik sebagai pencetak gol nomor 10. Tetapi dampak abadi pada Hoddle di Monaco lebih dari sekedar kesuksesan gelar Ligue 1 atau fakta bahwa gaya permainannya sangat dihargai.
Tanpa Hoddle dalam peran nomor 10 itu, Wenger mungkin tidak akan pernah menerapkan sistem yang sama di Arsenal, karena Hoddle adalah penggerak permainan Monaco-nya. Tanpa Hoddle, Dennis Bergkamp tidak akan memiliki idola sepak bola untuk diagungkan, dan mungkin tidak akan pernah sesempurna saat dia mengenakan nomor 10 di Arsenal.
Selain itu, tanpa keputusannya merantau, pemain muda di Inggris mungkin tidak akan terinspirasi untuk lebih bebas dan ekspansif dengan permainan mereka, dengan sentuhan atau operan pertama mereka. Hoddle benar-benar harus dipandang sebagai seorang revolusioner untuk nomor 10 bagi sepak bola Inggris. Gaya permainan Hoddle di Monaco menunjukkan Wenger sebagai seseorang yang bisa membuat pemain hebat menjadi lebih baik, khususnya lebih teknis.
Hoddle dulunya, dan masih, diperlakukan sebagai legenda di Tottenham dan mungkin harus diperlakukan sebagai legenda di seluruh dunia, hanya karena begitu banyak orang, disadari atau tidak, telah dipengaruhi olehnya. Mereka yang mencintai Bergkamp dan tim Wenger yang berbaju merah Arsenal harus berterima kasih kepada Hoddle, karena dialah, pemilik Arsenal dulu, David Dein menarik Wenger ke Kota London. Hoddle sendiri mengakui bahwa dia sangat suka bermain untuk Wenger di Monaco.
“Sangat berarti masa-masa saya bermain untuknya, saya menikmati setiap detiknya. Dia ingin saya bermain tepat di belakang striker, yaitu Mark Hateley. Saya selalu merasa itu adalah posisi terbaik saya, posisi yang saya tidak pernah diminta untuk bermain kala masih di Inggris atau bahkan selama masa kejayaan saya di Spurs,” kata Hoddle dikutip dari Football These Times.
Pengakuan dari Legenda Sepak Bola Dunia, Johan Cruyff
Dia memang luar biasa, kunci dari kesuksesan tim meraih gela, dan dipuja tidak hanya oleh penggemar di seluruh benua tetapi juga oleh bapak-bapak sepak bola modern, selain Wenger. Yaitu Johan Cruyff, legenda Barcelona dan Belanda, juga dunia yang mengakui kehebatan Glenn Hoddle.
“Saya telah mendengar banyak tentang Glenn Hoddle, tetapi saya tidak menyadari betapa hebatnya dia sampai saya bermain melawan Tottenham kala itu,” puji Cruyff.
Jika bakat seorang pemain cukup membuat seorang Cruyff memberikan pujian, tentunya pemain itu sangatlah spesial. Tapi lebih tinggi lagi dari sekadar pujian, Hoddle juga dikenal sebagai pelopor kelahiran para gelandang kreatif Inggris seperti Ray Wilkins, Chris Waddle dan Paul Gascoigne, yang juga mencari peruntungan ke luar negeri. Kesuksesan Hoddle di negeri orang benar-benar membuka mata generasi pemain-pemain Inggris setelah era-nya.
Dengan semuanya ini, sangat heran jika dia tidak masuk daftar pesepakbola legendaris dari era 1980-an. Bahkan legenda Prancis, Michael Platini juga sempat memberikan pujian kepada Hoddle.
“Jika Hoddle adalah orang Prancis, dia akan memenangkan lebih dari 100 caps dan tim akan dibangun menurut kemampuannya,” ucapnya kepada FourFourTwo.
Masa-masa Terakhir Karier Bermainnya, Masih Bisa Tunjukkan Keajaiban
Setelah dari Monaco, Hoddle kembali ke Inggris dan bergabung dengan klub klasik Britania Raya, Swindon Town pada tahun 1991. Saat itu, klub barunya juga sedang terbelit skandal keuangan yang hampir membuat bangkrut. Dua tahun kemudian, dia kembali mencatat kesuksesan lainnya dalam kariernya, yakni membawa Swindon Town kembali promosi ke Inggris.
Kesuksesan itu membuatnya kembali diincar oleh klub besar, dan akhirnya bergabung dengan Chelsea pada musim panas 1993 dengan peran player-manager. Tidak begitu sukses selama dua musim di Stamford Bridge, dia mengundurkan diri setelah ditawarkan jabatan sebagai manajer Timnas Inggris tahun 1996. Awalnya dia berhasil membawa The Three Lions lolos ke Piala Dunia 1998. Namun gagal total di babak kualifikasi Euro 2000 membuatnya harus kembali kehilangan pekerjaan sebagai manajer.
Setelah dari tim nasional, dia sempat melatih beberapa klub termasuk Southampton, klub yang membesarkan namanya, Tottenham Hotspur dan terakhir kali Wolverhampton Wanderers (2004 – 2008). Sejak saat itu, dirinya tidak pernah kembali ke karier kepelatihan dan menyibukkan diri sebagai pandit sepak bola di sejumlah stasiun TV di Inggris.
Meski pun kariernya sebagai manajer tidak seindah saat masih bermain, Hoddle tetaplah Hoddle. Dengan segala pencapaian prestisius yang mungkin sedikit terlupakan saat ini oleh penggemar sepak bola. Hoddle adalah pria hebat dan bahkan pesepakbola yang lebih baik, dan, jika Anda tidak mempercayai artikel ini, mungkin Anda boleh percaya pada Cruyff, Wenger, dan Platini.
Comment